Uwais Al Qorni : Terkenal di Langit tapi Tidak Terkenal di Bumi
Pada zaman Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal di negeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.
Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.
Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais Al-Qarni mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad Shallalahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau.Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, kerinduan karena iman.
Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam.
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”
Betapa gembiranya hari Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa mnyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota Madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha, istri Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, tetapi Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lekas pulang”.
Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.
Peperangan telah usai dan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam menanyakan kepada Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha, memang benar ada yang mencari Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah telapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam memandang kepada Ali Radiyallahu ‘anhu dan Umar Radiyallahu ‘anhu seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti, dan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu selalu menanyakan tentang uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan sahabat Nabi, Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu, selalu menanyakan dia ?
Rombongan khalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan khalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan khalifah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu sambil mendekati kedua sahabat Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.
Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan khafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu memohon agar Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “sayalah yang harus meminta doa pada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.” Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni ? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.
Sumber : Kisah orang-orang sabar.
Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.
Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais Al-Qarni mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad Shallalahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau.Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, kerinduan karena iman.
Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam.
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”
Betapa gembiranya hari Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa mnyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota Madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha, istri Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, tetapi Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lekas pulang”.
Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.
Peperangan telah usai dan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam menanyakan kepada Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah Radiyallahu ‘anha, memang benar ada yang mencari Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah telapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam memandang kepada Ali Radiyallahu ‘anhu dan Umar Radiyallahu ‘anhu seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti, dan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu selalu menanyakan tentang uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan sahabat Nabi, Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu, selalu menanyakan dia ?
Rombongan khalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan khalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan khalifah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu sambil mendekati kedua sahabat Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.
Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan khafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu memohon agar Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “sayalah yang harus meminta doa pada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.” Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni ? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu dan Ali itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar Radiyallahu ‘anhu dan Ali Radiyallahu ‘anhu, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.
Sumber : Kisah orang-orang sabar.
Assalamu alaikum warohmatullah...
ReplyDeletemohon di check ulang tulisannya ustad, saya punyeung bacanya. sepertinya ada autocorect yang berulang ulang
Paham
ReplyDeletepaham
ReplyDelete