Tragedi Terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah)
Banyak sekali bertebaran kisah-kisah tentang terbunuhnya Husain dari berbagai sumber terutama dari kalangan Syi’ah. Disini saya mencoba menyusun tulisan dari beberapa tulisan yang telah ada dengan mendasarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan juga Muridnya ibnu Katsir dalam kitabnya “Al bidayah Wannihayah” disertai sumber-sumber otentik dari hadits-hadits dan atsar yang telah sah.
Isyarat akan terbunuhnya Husain
Jauh hari sebelum Husain terbunuh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita Kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Husain akan wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan dari dari ‘Ali, ia berkata:
“Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kedua mata beliau bercucuran air mata, lalu beliau bersabda: “Jibril baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa Husain kelak akan mati dibunuh. Kemudian Jibril berkata: “Apakah engkau ingin aku ciumkan kepadamu bau tanahnya?”. Aku menjawab: “Ya. Jibril lalu menjulurkan tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia memberikannya kepadaku. Sehingga karena itulah aku tidak kuasa menahan air mataku”.
Kronologi terbunuhnya Husain Radiyallahu ‘anhu
Ketika Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu resmi menjadi khalifah, maka Mu’awiyahRadhiyallahu ‘anhu juga sangat memuliakannya, bahkan sangat memperhatikan kehidupan Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya, sehingga sering memberikan hadiah kepada keduanya. Tetapi, ketika Yazid bin Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah, Husain Radhiyallahu ‘anhu bersama Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu termasuk yang tidak mau berbai’at. Bahkan penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu wafat ketika Yazid sudah ditetapkan sebagai calon khalifah pengganti Mu’awiyah.
Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari Madinah dan lari menuju Mekah. Kemudian keduanya menetap di Makkah. Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu menetap di tempat shalatnya di dekat Ka’bah, sedangkan Husain Radhiyallahu ‘anhu di tempat yang lebih terbuka karena di kelilingi banyak orang.
Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada Husain Radhiyallahu ‘anhu dari penduduk Irak membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut isi surat, mereka siap membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhu. Surat-surat itu diantaranya juga berisi pernyataan gembira atas kematian Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu.
Kita ketahui penduduk Irak bahkan hingga saat ini memang banyak diwarnai oleh pemikiran Rafidah (syiah) dan khawarij.
Tidak cukup dengan surat saja, mereka terkadang mendatangi Husain radhiyallahu ‘anhu di Makkah, mengajak Beliau radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain radhiyallahu ‘anhu agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain radhiyallahu ‘anhu, Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain radhiyallahu ‘anhu juga di sana.
Saat hendak berangkat dari Mekah menuju Irak, di negeri tempat beliau terbunuh, Husain Radhiyallahu ‘anhu meminta nasehat kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
Maka, Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Kalaulah tidak dipandang tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu (maksudnya hendak mencegah kepergiannya)”.
Maka Husain Radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Sungguh jika aku terbunuh di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku mengorbankan kemuliaan negeri Mekah ini”
Husain Radhiyallahu ‘anhu akhirnya tetap berangkat menuju Irak setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ‘Aqil bin Abi Thalib ke Irak untuk mengadakan penyelidikan, dan akhirnya mendapat berita bahwa beliau harus segera ke Irak.
Namun, ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma tiba di Madinah, beliau mendengar berita bahwa Husain sedang menuju ke Irak. Mengingat betapa bahayanya Irak bagi Husain Radhiyallahu ‘anhu, maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun menyusulnya untuk menyarankan agar Husain mengurungkan niatnya. Tetapi, karena harapan-harapan yang diberikan oleh orang-orang Irak, maka Husain tetap pada pendiriannya untuk berangkat ke Irak. Maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun dengan berat hati melepaskannya setelah sebelumnya memeluk HusainRadhiyallahu ‘anhu dan mengucapkan kata perpisahan. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Aku titipkan engkau kepada Allah dari kejahatan seorang pembunuh”.
Demikianlah, akhirnya Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma tetap berangkat ke Irak.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa Beliau radhiyallahu ‘anhu mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya, Muslim bin ‘Aqil, yang telah dibunuh disana.
Akhirnya, berangkatlah Husain radhiyallahu ‘anhu bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain radhiyallahu ‘anhu bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain radhiyallahu ‘anhu. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang (telah) membujuk Husainradhiyallahu ‘anhu, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husainradhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa ke hadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait yang gugur bersama Al Husain adalah putera Ali bin Abi Thalib lainnya; Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali.
Demikian pula putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya, ketika Anda mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang menceritakan kisah pembunuhan Al Husain , nama keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja, agar orang tidak berkata bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama sahabat Rasulullah ; Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman. Tiga nama yang paling dibenci orang-orang Syiah.
Kemana perginya para pengirim ratusan surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al Husain?
Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Uqail, utusan Al Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang membantu Al Husain melawan pasukan Ibnu Ziyad. Maka tak heran jika sekarang orang-orang Syiah meratap dan menyiksa diri mereka setiap 10 Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa para pendahulu mereka terhadap Al Husain.
Kisah Kepala Husain
Riwayat yang paling shahih tentang kepala Husain telah dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, nomor 3748:
“Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan; aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan; ‘Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; ‘Diantara Ahlul-Bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Saat itu, Husain radhiyallahu ‘anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam).”
Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain radhiyallahu ‘anhu, padahal disitu ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhuma. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan; “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain radhiyallahu ‘anhu diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain radhiyallahu ‘anhudikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid rahimahullah saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan tersebut berlangsung di Irak.
‘Ubaidullah bin Ziyad pun akhirnya dibunuh sebagai hukuman atas perintah pembunuhan dan perlakuannya terhadap Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.
Komentar Ibnu Taimiyah Tentang pembunuhan Husain
“Ketika Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh pada hari ‘Asyura, yang dilakukan oleh sekelompok orang zhalim yang melampaui batas, dan dengan demikian berarti Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan Husain Radhiyallahu ‘anhu untuk memperoleh kematian sebagai syahid, sebagaimana Allah Azza wa Jalla juga telah memuliakan Ahlu Baitnya yang lain dengan mati syahid, seperti halnya Allah Azza wa Jalla telah memuliakan Hamzah, Ja’far, ayahnya yaitu ‘Ali dan lain-lain dengan mati syahid. Dan mati syahid inilah salah satu cara Allah Azza wa Jalla untuk meninggikan kedudukan serta derajat Husain Radhiyallahu ‘anhum. Maka, ketika itulah sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya, yaitu Hasan Radhiyallahu ‘anhu menjadi pemuka para pemuda Ahli sorga.”
Kesyahidan Husain menurut Syaikhul Islam
“Husain Radhiyallahu ‘anhu telah dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mati syahid pada hari (‘Asyura) ini. Dengan peristiwa ini, Allah Azza wa Jalla juga berarti telah menghinakan pembunuhnya serta orang-orang yang membantu pembunuhan terhadapnya atau orang-orang yang senang dengan pembunuhan itu. Husain Radhiyallahu ‘anhuma memiliki contoh yang baik dari para syuhada yang mendahuluinya. Sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya (yaitu Hasan) Radhiyallahu ‘anhu merupakan dua orang pemuka dari para pemuda Ahli sorga. Keduanya merupakan orang-orang yang dibesarkan dalam suasana kejayaan Islam, mereka berdua tidak sempat mendapatkan keutamaan berhijrah, berjihad dan bersabar menghadapi beratnya gangguan orang kafir sebagaimana dialami oleh para Ahli Baitnya yang lain. Karena itulah, Allah Azza wa Jalla memuliakan keduanya dengan mati syahid sebagai penyempurna bagi kemuliaannya dan sebagai pengangkatan bagi derajatnya agar semakin tinggi. Pembunuhan terhadap HusainRadhiyallahu ‘anhu ini merupakan musibah besar. Dan Allah Azza wa Jallamensyari’atkan agar hamba-Nya ber-istirja’ (mengucapkan innâ lillâh wa innâ ilaihi raji’ûn) ketika mendapatkan musibah dengan firman-Nya:
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innâ lillâh wa innâ ilaihi râji’ûn “. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [al-Baqarah/2:155-157]
http://tanaasuh.com/
Isyarat akan terbunuhnya Husain
Jauh hari sebelum Husain terbunuh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita Kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Husain akan wafat dalam keadaan terbunuh. Adz-Dzahabi rahimahullah membawakan dari dari ‘Ali, ia berkata:
“Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kedua mata beliau bercucuran air mata, lalu beliau bersabda: “Jibril baru saja datang, ia menceritakan kepadaku bahwa Husain kelak akan mati dibunuh. Kemudian Jibril berkata: “Apakah engkau ingin aku ciumkan kepadamu bau tanahnya?”. Aku menjawab: “Ya. Jibril lalu menjulurkan tangannya, ia menggenggam tanah satu genggaman. Lalu ia memberikannya kepadaku. Sehingga karena itulah aku tidak kuasa menahan air mataku”.
Kronologi terbunuhnya Husain Radiyallahu ‘anhu
Ketika Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu resmi menjadi khalifah, maka Mu’awiyahRadhiyallahu ‘anhu juga sangat memuliakannya, bahkan sangat memperhatikan kehidupan Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya, sehingga sering memberikan hadiah kepada keduanya. Tetapi, ketika Yazid bin Mu’awiyah diangkat sebagai khalifah, Husain Radhiyallahu ‘anhu bersama Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu termasuk yang tidak mau berbai’at. Bahkan penolakan itu terjadi sebelum Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu wafat ketika Yazid sudah ditetapkan sebagai calon khalifah pengganti Mu’awiyah.
Oleh karena itu, beliau berdua keluar dari Madinah dan lari menuju Mekah. Kemudian keduanya menetap di Makkah. Ibnu Zubair Radhiyallahu ‘anhu menetap di tempat shalatnya di dekat Ka’bah, sedangkan Husain Radhiyallahu ‘anhu di tempat yang lebih terbuka karena di kelilingi banyak orang.
Selanjutnya, banyak surat yang datang kepada Husain Radhiyallahu ‘anhu dari penduduk Irak membujuk beliau supaya memimpin mereka. Menurut isi surat, mereka siap membai’at Husain Radhiyallahu ‘anhu. Surat-surat itu diantaranya juga berisi pernyataan gembira atas kematian Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu.
Kita ketahui penduduk Irak bahkan hingga saat ini memang banyak diwarnai oleh pemikiran Rafidah (syiah) dan khawarij.
Tidak cukup dengan surat saja, mereka terkadang mendatangi Husain radhiyallahu ‘anhu di Makkah, mengajak Beliau radhiyallahu ‘anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs radhiyallahu ‘anhuma kerap kali menasehati Husain radhiyallahu ‘anhu agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain radhiyallahu ‘anhu, Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu khawatir mereka membunuh Husain radhiyallahu ‘anhu juga di sana.
Saat hendak berangkat dari Mekah menuju Irak, di negeri tempat beliau terbunuh, Husain Radhiyallahu ‘anhu meminta nasehat kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.
Maka, Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Kalaulah tidak dipandang tidak pantas, tentu aku kalungkan tanganku pada kepalamu (maksudnya hendak mencegah kepergiannya)”.
Maka Husain Radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Sungguh jika aku terbunuh di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai daripada aku mengorbankan kemuliaan negeri Mekah ini”
Husain Radhiyallahu ‘anhu akhirnya tetap berangkat menuju Irak setelah sebelumnya mengutus Muslim bin ‘Aqil bin Abi Thalib ke Irak untuk mengadakan penyelidikan, dan akhirnya mendapat berita bahwa beliau harus segera ke Irak.
Namun, ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma tiba di Madinah, beliau mendengar berita bahwa Husain sedang menuju ke Irak. Mengingat betapa bahayanya Irak bagi Husain Radhiyallahu ‘anhu, maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun menyusulnya untuk menyarankan agar Husain mengurungkan niatnya. Tetapi, karena harapan-harapan yang diberikan oleh orang-orang Irak, maka Husain tetap pada pendiriannya untuk berangkat ke Irak. Maka Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun dengan berat hati melepaskannya setelah sebelumnya memeluk HusainRadhiyallahu ‘anhu dan mengucapkan kata perpisahan. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Aku titipkan engkau kepada Allah dari kejahatan seorang pembunuh”.
Demikianlah, akhirnya Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma tetap berangkat ke Irak.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa Beliau radhiyallahu ‘anhu mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya, Muslim bin ‘Aqil, yang telah dibunuh disana.
Akhirnya, berangkatlah Husain radhiyallahu ‘anhu bersama keluarga menuju Kufah.
Sementara di pihak yang lain, ‘Ubaidullah bin Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, ‘Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain radhiyallahu ‘anhu bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain radhiyallahu ‘anhu. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang (telah) membujuk Husainradhiyallahu ‘anhu, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya berhadapan dengan pasukan ‘Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husainradhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa ke hadapan ‘Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait yang gugur bersama Al Husain adalah putera Ali bin Abi Thalib lainnya; Abu Bakar bin Ali, Umar bin Ali, dan Utsman bin Ali.
Demikian pula putera Al Hasan, Abu Bakar bin Al Hasan. Namun anehnya, ketika Anda mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang menceritakan kisah pembunuhan Al Husain , nama keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Tentu saja, agar orang tidak berkata bahwa Ali memberi nama anak-anak beliau dengan nama-nama sahabat Rasulullah ; Abu Bakar, Umar, dan ‘Utsman. Tiga nama yang paling dibenci orang-orang Syiah.
Kemana perginya para pengirim ratusan surat itu? Mana 12.000 orang yang katanya akan berbaiat rela mati bersama Al Husain?
Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin Uqail, utusan Al Husain yang beliau utus dari Makkah ke Kufah. Tidak pula berperang membantu Al Husain melawan pasukan Ibnu Ziyad. Maka tak heran jika sekarang orang-orang Syiah meratap dan menyiksa diri mereka setiap 10 Muharram, sebagai bentuk penyesalan dan permohonan ampun atas dosa-dosa para pendahulu mereka terhadap Al Husain.
Kisah Kepala Husain
Riwayat yang paling shahih tentang kepala Husain telah dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, nomor 3748:
“Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan; aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan; ‘Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada ‘Ubaidullah bin Ziyâd. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu ‘Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; ‘Diantara Ahlul-Bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Saat itu, Husain radhiyallahu ‘anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam).”
Lalu ‘Ubaidullah yang durhaka ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain radhiyallahu ‘anhu, padahal disitu ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhuma. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan; “Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan; “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”
Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain radhiyallahu ‘anhu diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain radhiyallahu ‘anhudikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid rahimahullah saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan tersebut berlangsung di Irak.
‘Ubaidullah bin Ziyad pun akhirnya dibunuh sebagai hukuman atas perintah pembunuhan dan perlakuannya terhadap Husein bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.
Komentar Ibnu Taimiyah Tentang pembunuhan Husain
“Ketika Husain bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma terbunuh pada hari ‘Asyura, yang dilakukan oleh sekelompok orang zhalim yang melampaui batas, dan dengan demikian berarti Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan Husain Radhiyallahu ‘anhu untuk memperoleh kematian sebagai syahid, sebagaimana Allah Azza wa Jalla juga telah memuliakan Ahlu Baitnya yang lain dengan mati syahid, seperti halnya Allah Azza wa Jalla telah memuliakan Hamzah, Ja’far, ayahnya yaitu ‘Ali dan lain-lain dengan mati syahid. Dan mati syahid inilah salah satu cara Allah Azza wa Jalla untuk meninggikan kedudukan serta derajat Husain Radhiyallahu ‘anhum. Maka, ketika itulah sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya, yaitu Hasan Radhiyallahu ‘anhu menjadi pemuka para pemuda Ahli sorga.”
Kesyahidan Husain menurut Syaikhul Islam
“Husain Radhiyallahu ‘anhu telah dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mati syahid pada hari (‘Asyura) ini. Dengan peristiwa ini, Allah Azza wa Jalla juga berarti telah menghinakan pembunuhnya serta orang-orang yang membantu pembunuhan terhadapnya atau orang-orang yang senang dengan pembunuhan itu. Husain Radhiyallahu ‘anhuma memiliki contoh yang baik dari para syuhada yang mendahuluinya. Sesungguhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan saudaranya (yaitu Hasan) Radhiyallahu ‘anhu merupakan dua orang pemuka dari para pemuda Ahli sorga. Keduanya merupakan orang-orang yang dibesarkan dalam suasana kejayaan Islam, mereka berdua tidak sempat mendapatkan keutamaan berhijrah, berjihad dan bersabar menghadapi beratnya gangguan orang kafir sebagaimana dialami oleh para Ahli Baitnya yang lain. Karena itulah, Allah Azza wa Jalla memuliakan keduanya dengan mati syahid sebagai penyempurna bagi kemuliaannya dan sebagai pengangkatan bagi derajatnya agar semakin tinggi. Pembunuhan terhadap HusainRadhiyallahu ‘anhu ini merupakan musibah besar. Dan Allah Azza wa Jallamensyari’atkan agar hamba-Nya ber-istirja’ (mengucapkan innâ lillâh wa innâ ilaihi raji’ûn) ketika mendapatkan musibah dengan firman-Nya:
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innâ lillâh wa innâ ilaihi râji’ûn “. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [al-Baqarah/2:155-157]
http://tanaasuh.com/
blognya bagus ana suka,tapi menunya kok belum diperbaiki ya?maaf,dan terimaksih atas ilmunya yg bermanfaat
ReplyDeleteSubhanallah... kisah sahih terbunuhnya cucu nabi Nabi SAW semg menjadi pelajaran, jauh dari kisah palsu versi syiah laknatullah (yg ghuluw thd ahlu bait)
ReplyDeletehati hati syiah sudah masuk ke indonesia... waspada
ReplyDelete